” Al-Qur’an Sebagai
Pedoman Hidup “
Allah berfirman yang artinya:
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara
mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk
tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan
itu.” ( QS. al-Ma’idah: 48).
Syaikh As-Sa`di di dalam
tafsirnya mengatakan:
“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu Kami telah berikan” wahai segenap
umat, “aturan dan jalan” yakni jalan dan sunnah.
Imam Ath-Thabari menafsirkan:
“Tiap-tiap umat di antara kamu Kami jadikan baginya syari`at (ajaran)
yang mereka amalkan dan jalan yang jelas yang mereka lalui”.
Sekilas tentang tulisan ini …
Segala puji bagi Allah Rabb bagi
semesta alam. Aku memohon semoga shalawat dan salam tetap Allah limpahkan
kepada Rasul termulia,penghulu para nabi, yaitu Muhammad bin Abdillah,wa ba`du:
Sesungguhnya benak dan buah
fikiran setiap muslim –yang mencintai kebaikan bagi dirinya dan bagi kaum
muslimin- adalah bagaimana seharusnya ibadah-ibadah, mu’amalat, etika dan
akhlaknya bersumber dan terpancar dari cahaya Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Shallallaahu ‘Alaihi wa Salam.
Dan hendaknya ia tidak berhenti
pada batas membaca dan menghafal ayat-ayatnya saja, akan tetapi lebih dari itu,
sampai pada perealisasian makna dan kandungan ayat-ayatnya ke dalam segala
ucapan, perbuatan, prilaku dan mu’amalat dalam berbagai aspek medan kehidupan,
di masjid, di rumah, di tempat kerja, di jalan raya, di sekolah, dan
seterusnya.
Mudah-mudahan buku kecil yang
sangat singkat ini dapat menjadi konstribusi dan pelajaran bagi penulisnya dan
bagi siapa saja dari saudara-saudaranya yang seiman dan seagama yang
membacanya, dan sebagai sarana introspeksi diri dan evaluasi terhadap kondisi
masing-masing kita terhadap Kitabullah (Al-Qur’an) dan pengaruhnya di dalam
realitas kehidupan-nya. Dan untuk selanjutnya kita dapat menghabiskan sisa umur
kita untuk memperbaiki diri kita dan mene-rapkan akhlaq Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Salam pada diri kita, yaitu sunnah Nabi Shallallaahu
‘Alaihi wa Salam yang akhlaknya adalah Al-Qur’an.
Dan hanya kepada Allah jualah
penulis memohon untuk penulis dan segenap kaum muslimin agar dikaru-niai sikap
istiqamah dan berpendirian teguh dalam beragama sampai ajal menjumpai kita, dan
semoga Dia mengaruniakan
keikhlasan dalam perkataan dan perbu-atan kepada kita semua. Amin.
Kondisi Kita Saat Ini Terhadap
Al-Qur’an:
Segala puji bagi Allah Rabb bagi
sekalian alam; aku bersaksi bahwasanya tiada tuhan yang berhak disembah selain
Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, Rabb bagi sekalian alam. Dan aku bersaksi
bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah, yang diutus dengan
membawa Al-Qur’an yang nyata, Al-Qur’an pembeda antara petunjuk dan kese-satan,
antara benar dan salah dan antara keraguan dan keyakinan.
Allah menurunkannya supaya kita
membaca-nya dengan penuh penghayatan, merenungkannya dengan penuh hikmat, kita
bahagia dengannya karena kita jadikan sebagai pelajaran, kita memperlakukannya
sebaik mungkin, dan meyakini (kebenarannya) serta berusaha keras untuk
menegakkan perintah-perintah dan larangan-larangannya.[1]
Sangat banyak sekali orang yang
membaca Al-Qur’an, namun anda tidak menemukan pengaruhnya pada prilaku, akhlak
dan pergaulan mereka. Bahkan sebaliknya anda temui sebagian mereka akhlaknya
tidak terpuji, pergaulan dan mu`amalatnya kasar dan kaku, baik terhadap
keluarga, tetangga ataupun terhadap orang lain. Padahal, demi Allah….. itu
bukan akhlak dan prilaku yang patut dimiliki oleh seorang muslim yang suka
membaca dan menghayati Kitab Suci Al-Qur’an? Lalu dimana pengaruh Al-Qur’an
terhadap jiwa mereka??!
Sesungguhnya berbagai musibah,
malapetaka, cobaan yang bertubi-tubi dan berbagai bencana (gempa bumi dan
lainnya) yang terjadi di berbagai negeri kaum muslimin adalah sebenarnya akibat
dari jauhnya mereka dari Kitab Tuhannya, tidak menjadikannya sebagai acuan di
dalam menyelesaikan permasalahan dan tidak mengamalkan kandungannya. Padahal
Al-Qur’an adalah kitab yang agung yang mendidik jiwa manusia, membentuk
kepribadian bangsa, dan membangun kebu-dayaan.
Al-Qur’an merupakan cahaya yang
diturunkan Allah supaya kita beriman dan meyakininya, mengambil pelajaran
darinya dan agar kita mengamalkan petunjuk dan bimbingan yang terkandung di
dalamnya, supaya kita keluar dari berbagai kegelapan menuju cahaya yang terang
benderang. Jadi, kesalahan dan aib terdapat pada pandangan kita yang tidak
dapat melihat cahaya itu, disebabkan mata dan hati kita tertutup rapat dari
petunjuk Al-Qur’an, cahaya dan keutamaannya yang tersimpan di dalam Kitab Suci
ini:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petun-juk kepada (jalan) yang
lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mu’min yang
mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”. (Al-Isra’: 9
)
Ibnul Qayyim di dalam karyanya
“Al-Fawa’id” berkata: “Setelah manusia (sebagian kaum muslimin. pent.)
berpaling dan anti bertahkim (menjadikan sebagai undang-undang) kepada Kitab
Suci Al-Qur’an dan Sunnah Nabi r dan berkeyakinan bahwa keduanya tidak cukup
dan bahkan mereka lebih mengutamakan pendapat akal, analogi (qiyas), istihsan
dan pendapat syaikh, maka hal itu menimbulkan kerusakan di dalam fitrah suci
mereka, kegelapan di dalam hati mereka, kekeruhan di dalam pemahaman, dan
kedunguan di dalam akal mereka, semua kondisi tersebut telah menyelimuti mereka
sampai pada kondisi bahwa anak-anak dididik dalam keadaan dan kondisi seperti
itu sedangkan orang-orang yang dewasa menjadi makin tua di atasnya.
Kondisi seperti itu tidak
dianggap oleh mereka sebagai kemungkaran dan pada gilirannya datanglah
kekuasaan berikutnya yang menjadikan bid`ah sebagai pengganti Sunnah, emosi
sebagai pengganti akal, hawa nafsu sebagai pengganti petunjuk, kesesatan
sebagai pengganti hidayah, kemunkaran sebagai pengganti yang ma`ruf, kebodohan
sebagai pengganti ilmu, riya sebagai pengganti keikhlasan, kebatian sebagai
pengganti yang haq, dusta sebagai pengganti kejujuran, berpura-pura sebagai
pengganti nasihat dan kezhaliman sebagai pengganti keadilan. Maka yang dominan
adalah perkara-perkara batil tersebut dan para pelakunya menjadi orang yang
dihormati, padahal seb elumnya yang ditegakkan adalah sebaliknya dan para
penegaknya mendapatkan acungan jempol dan pusat perhatian.[3]
Itulah potret kondisi umat
manusia yang hidup dan disaksikan oleh Ibnul Qayyim pada paroh pertama dari
abad kedelapan hijriyah. Lalu apa kiranya yang akan dikatakan oleh Ibnul Qayyim
jika ia melihat pada kondisi kita sekarang?!
Sesungguhnya permasalahan sangat rumit dan memprihatinkan sekali,
memerlukan langkah-langkah renungan terhadap etika, prilaku dan ibadah kita
secara keseluruhan dan menimbangnya dengan neraca kitab Suci Al-Qur’an.
Dan setelah merenung dan
memperhatikan tersebut, kita harus berintrospeksi diri (muhasabah) lalu
memaksanya untuk tunduk dan patuh kepada Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad . Untuk merealisasikan itu semua, kita harus mema-hami beberapa hikmah
dari diturunkannya Al-Qur’an Suci, yang jika kita telah mengetahui dan
menga-malkannya, maka urusan-urusan agama dan dunia kita niscaya menjadi baik.
Kita dapat menyimpulkan hikmah
dan tuntutan Al-Qur’an tersebut menjadi lima,yaitu :
·
Membaca Al-Qur’an sebagaimana diturunkan.
·
Menghayati ayat-ayatnya.
·
Mengamalkannya.
·
Sabar dalam menjalankan segala perintahnya.
Berda`wah untuk menjadikannya sebagai aturan
kehidupan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar